Hari ini saya berangkat ke rumah tante saya di depok. Jum'at pukul dua siang berangkat dari rumah. Rencananya sih mau jalan dulu sebentar di Mall Cengkareng tapi pas di perempatan lampu merah Cengkareng ada bus Kalideres-Depok yang lagi ngetem. Saya langsung naik bus saja daripada jalan-jalan dulu takut ntar nunggu bus nya kelamaan.
Petualagan saya pun kembali dimulai. Yup, meskipun Depok masih dekat wilayah Jakarta, tapi jujur ini kali pertama saya ke Depok, dan lagi saya berangkatnya sendiri. Cuma berbekal peta Jakarta di handphone serta sedikit informasi tentang bus dan angkot serta alamat lengkap yang di kasih tante saya, saya pun berangkat. Alamatnya di Gema Pesona Estate Jl. Tole Iskandar Depok 2.
Bus melaju dengan tenang (tepatnya sangat lambat) soalnya lalu lintas padat merayap di setiap jalan protokol apalagi hari ini adalah hari terakhir kerja. Tapi dengan keadaan seperti ini saya lebih mudah untuk mengkalibrasi peta saya dengan posisi bus berada, sehingga saya tahu saya sedang berada dimana, di jalan apa, dekat dengan apa.
Diiringi tembang-tembang lawas yang diputar di bus oleh kernek bus, saya hampir saja terbuai. Tapi saya sadar harus terus siaga, jangan sampai ketiduran dan ketika bangun saya bingung sedang berada dimana. Ga tanggung-tanggung dari lagunya Amy Search (ejaannya bener ga sih???) berjudul Isabella hingga tembang-tembang yang saya ga tau judulnya apa di putar habis di bus. Semuanya bertemakan lagu Malaysia lawas, tapi kernek dan supirnya ga berperawakan seperti orang Malaysia, kalo iya saya ga tau mesti berbahasa Melayu atau berbahasa Indonesia berbicara dengan mereka. Tapi sesekali ada pengamen juga yang nyanyi. Ada yang nyanyi lagunya Peterpan tapi pas dengar suaranya, saya teringat dengan suara vokalis Panbers (Pandjaita Bersaudara), coba tanya Kakek kamu deh kalo mau tau nama dan suaranya kayak gimana? Saya jadi berpikir pengamen tadi lagunya masa kini tapi suaranya, masa gitu??? Bukannya saya berpikir suara vokalis Panbers itu jelek tapi kalo dipadukan dengan lagu yang dibawakannya jadi kurang pas kayak nescafe pas...
Sekitar 2 jam perjalanan saya sampai di terminal Depok. Tapi sayang pas turun dari bus udah di tawarin payung sama anak-anak penyewa payung soalnya hujan deras mengguyur kota depok sore itu. Apalagi diiringi gemuruh guntur yang menggelegar dan memekakkan telinga saya terpaksa berteduh di pinggiran toko terdekat. Setelah hujan sudah agak reda (tapi belum reda), saya berjalan ke ITC Depok soalnya tadi belum sempat ke mall. Saya ingin ganti case handphone 3120c saya yang pecah gara-gara ketindih di atas batu karang pas liburan di pulau seribu kemarin.
Setelah ganti case, saya makan di hokben, pesan paket hemat yang pas buat kantong. Entah sejak kapan saya jadi ketagihan hokben. Sekarang kalaupun cuma di kasih salad sama mayonesnya saja jadi lebih bernafsu dibanding makan ayam goreng di warteg dekat kontrakan. Setelah makan saya ke lantai dasar ITC Depok nyari atm tapi atmnya lagi rusak, pas mau keluar di bawah tulisan Exit ada tulisan ATM Center dan di bawahnya lagi ada tulisan Musholla. Jadi ingat saya belum sholat ashar, padahal sudah jam 5 sore. Jadi sebelum melanjutkan perjalanan saya sholat dulu.
Usai sholat saya nyari jalan keluar terdekat. Tapi pas keluar dari gedung saya baru tahu kalau saya sedang berada di pintu belakang gedung yang berhadapan dengan Terminal Depok. Enggan masuk lagi saya memilih jalan memutari gedung dengan mengandalkan insting kalau jalan ke arah kiri akan lebih singkat. Tapi ternyata insting saya sedang buruk. Saya terpaksa harus mengelilingi hampir seluruh gedung itu.
Keluar dari ITC Depok, saya belum tahu angkot yang ke arah Jl Tole Iskandar itu angkot yang mana? Jadi saya memberanikan diri bertanya ke Polantas yang sedang bertugas mengamankan lalu lintas di depan ITC Depok sore itu. Yah pada situasi dimana semua orang adalah orang asing (bukannya sayalah yang asing disini?), Pak Polisi adalah orang yang paling aman untuk dijadikan tempat bertanya. Dan saya pun mengikuti sarannya untuk naik angkot D02.
Di Jl Siliwangi lalu lintas kembali tersendat dan saya pun dapat melihat kembali peta saya. Untungnya pengemudi angkot ini tidak mengambil jalan extrem ketika macet. Bukannya takut karena jalan yang dilaluinya biasanya akan membuat penumpang seakan menaiki sampan di tengah badai. Tapi karena jalan yang dilaluinya sering kali tidak terdeteksi oleh pembuat peta yang akan membuat saya bingung sedang berada dimana.
Di tengah perjalanan, seorang pengamen naik ke angkot. Awalnya saya hanya mengira pengamen tersebut hanya akan menumpang. Tapi ternyata ia mengamen di angkot itu dan menyanyikan sebuah lagu. 3 tahun berada di Jakarta baru kali ini saya mendapatkan pengamen di angkot. Kalian pasti berpikir "Yoos lo kemana aja?". Tapi saking herannya saya tidak menyadari lagu apa yang dinyanyikannya. Dan lebih parahnya lagi saya tidak menyadari kalau angkot tersebut sudah berbelok dan berlainan arah dengan arah yang saya harap akan dilaluinya.
Awalnya saya mengira angkot itu akan kembali ke rute yang saya inginkan. Kemudian saya cek lagi peta di handphone saya dan ternyata tidak ada jalan memutar. Saya baru sadar kalau info yang diberikan Polantas tadi salah. Tapi saya juga tidak bisa menyalahkan Polantas itu. Soalnya angkot D02 memang melalui Jl Tole Iskandar, tapi hanya separuhnya. Saya terpaksa berjalan kaki sejauh 300 meter berbalik arah untuk kembali ke jalan yang lurus, jalan yang diridhoi oleh Allah swt hehe... Maksud saya jalan yang menuju perumahan Gema Pesona Estate. Meskipun rute angkot D02 itu bolak-balik, maksud saya, saya bisa menaiki angkot D02 lagi untuk kembali ke Jl Tole Iskandar tapi saya lebih memilih untuk jalan kaki daripada beresiko salah rute lagi. Dan sepertinya karena alasan inilah kenapa turis-turis asing yang berwisata ke Indonesia banyak yang memilih untuk berjalan kaki, karena mereka lebih bebas untuk melihat peta serta lebih sedikit resiko untuk ditipu oleh orang Indonesia yang pejabat-pejabatnya saja adalah penipu ulung.
Sebelum menuju gerbang perumahan Gema Pesona Estate, saya mendapatkan sebuah pom bensin pertamina. Tidak! Tidak! Saya tidak ingin mengisi bensin soalnya saya sedang berjalan kaki (siapa juga yang mengira!!!). Dari tadi saya mencari toilet tapi tidak menemukannya. Kebelet gara-gara udara dingin sehabis hujan ditambah jaket yang saya pakai sudah lumayan lembab. Sehabis buang hajat, saya kembali mendapatkan papan petunjuk bertuliskan "Musholla". Bukankah itu jalan kembali yang sesungguhnya???
Setibanya di gerbang perumahan saya disambut hangat oleh satpamnya. Saya bertanya jalan menuju rumah tante saya, dan ia pun menyarankan saya untuk naik ojek daripada ia harus ribet untuk menjelaskan saya harus lewat jalan mana. Dan saya pun tidak menolak tawarannya. Sambil bercanda satpam tersebut menyuruh saya memilih ojek mana yang ingin saya tumpangi. Apakah yang orangnya berpengalaman, maksudnya pengalaman 3 kali jatuh di kompleks ini, atau mau yang dapet diskon 50% tapi orangnya sudah 3 hari tidak mandi? Saya jawab yang mana sajalah, yang jelas saya sudah capek dan ingin segera tiba di rumah tante saya. Setiba di rumah ternyata adik-adik sepupu saya sudah menunggu. Welcome back to home sweet home...
Oh iya di kompleks ini, sinyal jelek banget. Ga jauh beda sama waktu saya kemarin liburan di Pulau Seribu. Jangankan 3g, sinyal gsm aja putus nyambung kayak BBB. Tapi paling tidak masih bisa kirim tugas lewat email, buka facebook bentar, dan posting di blog ini.
NB: Di post kali ini saya belajar untuk menggunakan bahasa yang lebih baku. Jadi saya mengurangi penggunaan kata "elo-gua" meskipun beberapa kata slengean masih terselip di beberapa kalimat. Berharap jadi lebih baik, tapi bukan berarti harus menjadi orang lain. Just to be me...
Update 24 Mei 2009
Ternyata sinyal disitu jeleknya pas di dalam rumah aja. Soalnya pas nyobain di taman sinyal 3g full ampe tumpah. Ga tau deh kayaknya konstruksi rumahnya yang nyaring sinyal jadi sinyal yang masuk di pilih-pilih dulu. Hehe...
Kayaknya insting saya sudah tidak bisa diandalkan lagi. Waktu pulang, saya tidak melihat-lihat peta di handphone lagi. Jadi saya full cuma mengandalkan insting, lagian kemarin udah hafal (itu juga menurut saya). Trus dari rumah tante saya naik angkot D06 ke arah terminal. Turun di ITC Depok dulu buat shalat ashar. Habis itu saya nyari letak terminal yang menurut insting saya pas di samping ITC Depok itu. Keluar dari ITC ngeliat terminal kok sepi banget. Ga ada bus sama sekali. Saya ngeliatin orang-orang pada rame jalan ke arah stasiun. Jadi saya berasumsi ada kemungkinan besar terminal bus dekat dari stasiun. Saya ikut kerumunan menuju stasiun melalui pasar (ga tau namanya pasar apa di samping ITC itu). Ternyata di dekat stasiun juga ga ada terminal bus.
Karena udah sore, takut ga dapat bus ke arah Cengkareng, saya jalan kembali ke ITC tapi lewat jalan mutar. Eh tau-taunya saya ngeliat terminal yang tadi itu di samping ITC emang terminal bus. Cuma dari ITC memang terlihat agak sepi, tapi di seberangnya bus malah rame banget. Ini ga keliatan dari ITC Depok. Anjrit.... Saya muter-muter ga jelas cuman nyari terminal yang udah jelas-jelas udah di depan mata. Bener-bener insting yang buruk...
Petualagan saya pun kembali dimulai. Yup, meskipun Depok masih dekat wilayah Jakarta, tapi jujur ini kali pertama saya ke Depok, dan lagi saya berangkatnya sendiri. Cuma berbekal peta Jakarta di handphone serta sedikit informasi tentang bus dan angkot serta alamat lengkap yang di kasih tante saya, saya pun berangkat. Alamatnya di Gema Pesona Estate Jl. Tole Iskandar Depok 2.
Bus melaju dengan tenang (tepatnya sangat lambat) soalnya lalu lintas padat merayap di setiap jalan protokol apalagi hari ini adalah hari terakhir kerja. Tapi dengan keadaan seperti ini saya lebih mudah untuk mengkalibrasi peta saya dengan posisi bus berada, sehingga saya tahu saya sedang berada dimana, di jalan apa, dekat dengan apa.
Diiringi tembang-tembang lawas yang diputar di bus oleh kernek bus, saya hampir saja terbuai. Tapi saya sadar harus terus siaga, jangan sampai ketiduran dan ketika bangun saya bingung sedang berada dimana. Ga tanggung-tanggung dari lagunya Amy Search (ejaannya bener ga sih???) berjudul Isabella hingga tembang-tembang yang saya ga tau judulnya apa di putar habis di bus. Semuanya bertemakan lagu Malaysia lawas, tapi kernek dan supirnya ga berperawakan seperti orang Malaysia, kalo iya saya ga tau mesti berbahasa Melayu atau berbahasa Indonesia berbicara dengan mereka. Tapi sesekali ada pengamen juga yang nyanyi. Ada yang nyanyi lagunya Peterpan tapi pas dengar suaranya, saya teringat dengan suara vokalis Panbers (Pandjaita Bersaudara), coba tanya Kakek kamu deh kalo mau tau nama dan suaranya kayak gimana? Saya jadi berpikir pengamen tadi lagunya masa kini tapi suaranya, masa gitu??? Bukannya saya berpikir suara vokalis Panbers itu jelek tapi kalo dipadukan dengan lagu yang dibawakannya jadi kurang pas kayak nescafe pas...
Sekitar 2 jam perjalanan saya sampai di terminal Depok. Tapi sayang pas turun dari bus udah di tawarin payung sama anak-anak penyewa payung soalnya hujan deras mengguyur kota depok sore itu. Apalagi diiringi gemuruh guntur yang menggelegar dan memekakkan telinga saya terpaksa berteduh di pinggiran toko terdekat. Setelah hujan sudah agak reda (tapi belum reda), saya berjalan ke ITC Depok soalnya tadi belum sempat ke mall. Saya ingin ganti case handphone 3120c saya yang pecah gara-gara ketindih di atas batu karang pas liburan di pulau seribu kemarin.
Setelah ganti case, saya makan di hokben, pesan paket hemat yang pas buat kantong. Entah sejak kapan saya jadi ketagihan hokben. Sekarang kalaupun cuma di kasih salad sama mayonesnya saja jadi lebih bernafsu dibanding makan ayam goreng di warteg dekat kontrakan. Setelah makan saya ke lantai dasar ITC Depok nyari atm tapi atmnya lagi rusak, pas mau keluar di bawah tulisan Exit ada tulisan ATM Center dan di bawahnya lagi ada tulisan Musholla. Jadi ingat saya belum sholat ashar, padahal sudah jam 5 sore. Jadi sebelum melanjutkan perjalanan saya sholat dulu.
Usai sholat saya nyari jalan keluar terdekat. Tapi pas keluar dari gedung saya baru tahu kalau saya sedang berada di pintu belakang gedung yang berhadapan dengan Terminal Depok. Enggan masuk lagi saya memilih jalan memutari gedung dengan mengandalkan insting kalau jalan ke arah kiri akan lebih singkat. Tapi ternyata insting saya sedang buruk. Saya terpaksa harus mengelilingi hampir seluruh gedung itu.
Keluar dari ITC Depok, saya belum tahu angkot yang ke arah Jl Tole Iskandar itu angkot yang mana? Jadi saya memberanikan diri bertanya ke Polantas yang sedang bertugas mengamankan lalu lintas di depan ITC Depok sore itu. Yah pada situasi dimana semua orang adalah orang asing (bukannya sayalah yang asing disini?), Pak Polisi adalah orang yang paling aman untuk dijadikan tempat bertanya. Dan saya pun mengikuti sarannya untuk naik angkot D02.
Di Jl Siliwangi lalu lintas kembali tersendat dan saya pun dapat melihat kembali peta saya. Untungnya pengemudi angkot ini tidak mengambil jalan extrem ketika macet. Bukannya takut karena jalan yang dilaluinya biasanya akan membuat penumpang seakan menaiki sampan di tengah badai. Tapi karena jalan yang dilaluinya sering kali tidak terdeteksi oleh pembuat peta yang akan membuat saya bingung sedang berada dimana.
Di tengah perjalanan, seorang pengamen naik ke angkot. Awalnya saya hanya mengira pengamen tersebut hanya akan menumpang. Tapi ternyata ia mengamen di angkot itu dan menyanyikan sebuah lagu. 3 tahun berada di Jakarta baru kali ini saya mendapatkan pengamen di angkot. Kalian pasti berpikir "Yoos lo kemana aja?". Tapi saking herannya saya tidak menyadari lagu apa yang dinyanyikannya. Dan lebih parahnya lagi saya tidak menyadari kalau angkot tersebut sudah berbelok dan berlainan arah dengan arah yang saya harap akan dilaluinya.
Awalnya saya mengira angkot itu akan kembali ke rute yang saya inginkan. Kemudian saya cek lagi peta di handphone saya dan ternyata tidak ada jalan memutar. Saya baru sadar kalau info yang diberikan Polantas tadi salah. Tapi saya juga tidak bisa menyalahkan Polantas itu. Soalnya angkot D02 memang melalui Jl Tole Iskandar, tapi hanya separuhnya. Saya terpaksa berjalan kaki sejauh 300 meter berbalik arah untuk kembali ke jalan yang lurus, jalan yang diridhoi oleh Allah swt hehe... Maksud saya jalan yang menuju perumahan Gema Pesona Estate. Meskipun rute angkot D02 itu bolak-balik, maksud saya, saya bisa menaiki angkot D02 lagi untuk kembali ke Jl Tole Iskandar tapi saya lebih memilih untuk jalan kaki daripada beresiko salah rute lagi. Dan sepertinya karena alasan inilah kenapa turis-turis asing yang berwisata ke Indonesia banyak yang memilih untuk berjalan kaki, karena mereka lebih bebas untuk melihat peta serta lebih sedikit resiko untuk ditipu oleh orang Indonesia yang pejabat-pejabatnya saja adalah penipu ulung.
Sebelum menuju gerbang perumahan Gema Pesona Estate, saya mendapatkan sebuah pom bensin pertamina. Tidak! Tidak! Saya tidak ingin mengisi bensin soalnya saya sedang berjalan kaki (siapa juga yang mengira!!!). Dari tadi saya mencari toilet tapi tidak menemukannya. Kebelet gara-gara udara dingin sehabis hujan ditambah jaket yang saya pakai sudah lumayan lembab. Sehabis buang hajat, saya kembali mendapatkan papan petunjuk bertuliskan "Musholla". Bukankah itu jalan kembali yang sesungguhnya???
Setibanya di gerbang perumahan saya disambut hangat oleh satpamnya. Saya bertanya jalan menuju rumah tante saya, dan ia pun menyarankan saya untuk naik ojek daripada ia harus ribet untuk menjelaskan saya harus lewat jalan mana. Dan saya pun tidak menolak tawarannya. Sambil bercanda satpam tersebut menyuruh saya memilih ojek mana yang ingin saya tumpangi. Apakah yang orangnya berpengalaman, maksudnya pengalaman 3 kali jatuh di kompleks ini, atau mau yang dapet diskon 50% tapi orangnya sudah 3 hari tidak mandi? Saya jawab yang mana sajalah, yang jelas saya sudah capek dan ingin segera tiba di rumah tante saya. Setiba di rumah ternyata adik-adik sepupu saya sudah menunggu. Welcome back to home sweet home...
Oh iya di kompleks ini, sinyal jelek banget. Ga jauh beda sama waktu saya kemarin liburan di Pulau Seribu. Jangankan 3g, sinyal gsm aja putus nyambung kayak BBB. Tapi paling tidak masih bisa kirim tugas lewat email, buka facebook bentar, dan posting di blog ini.
NB: Di post kali ini saya belajar untuk menggunakan bahasa yang lebih baku. Jadi saya mengurangi penggunaan kata "elo-gua" meskipun beberapa kata slengean masih terselip di beberapa kalimat. Berharap jadi lebih baik, tapi bukan berarti harus menjadi orang lain. Just to be me...
Update 24 Mei 2009
Ternyata sinyal disitu jeleknya pas di dalam rumah aja. Soalnya pas nyobain di taman sinyal 3g full ampe tumpah. Ga tau deh kayaknya konstruksi rumahnya yang nyaring sinyal jadi sinyal yang masuk di pilih-pilih dulu. Hehe...
Kayaknya insting saya sudah tidak bisa diandalkan lagi. Waktu pulang, saya tidak melihat-lihat peta di handphone lagi. Jadi saya full cuma mengandalkan insting, lagian kemarin udah hafal (itu juga menurut saya). Trus dari rumah tante saya naik angkot D06 ke arah terminal. Turun di ITC Depok dulu buat shalat ashar. Habis itu saya nyari letak terminal yang menurut insting saya pas di samping ITC Depok itu. Keluar dari ITC ngeliat terminal kok sepi banget. Ga ada bus sama sekali. Saya ngeliatin orang-orang pada rame jalan ke arah stasiun. Jadi saya berasumsi ada kemungkinan besar terminal bus dekat dari stasiun. Saya ikut kerumunan menuju stasiun melalui pasar (ga tau namanya pasar apa di samping ITC itu). Ternyata di dekat stasiun juga ga ada terminal bus.
Karena udah sore, takut ga dapat bus ke arah Cengkareng, saya jalan kembali ke ITC tapi lewat jalan mutar. Eh tau-taunya saya ngeliat terminal yang tadi itu di samping ITC emang terminal bus. Cuma dari ITC memang terlihat agak sepi, tapi di seberangnya bus malah rame banget. Ini ga keliatan dari ITC Depok. Anjrit.... Saya muter-muter ga jelas cuman nyari terminal yang udah jelas-jelas udah di depan mata. Bener-bener insting yang buruk...
0 comments:
Post a Comment